Minggu, 10 Juni 2012

I Gusti Ayu Alit Sukertini, Tokoh Wanita Hindu


BIOGRAFI TOKOH WANITA HINDU BALI
(I Gusti Ayu Alit Sukertini)

I Gusti Ayu Alit Sukertini biasa dipanggil Bu Alit Sumantri karena beliauu menikah dengan karyawan Pemda Bali, I Gusti Ngurah bagus Sumantri(alm) dari Pacekan Jembrana, sedangkan beliau sendiri berasal dari Tabanan tepatnya di Jro Kukuh. Beliau lahir pada tanggal 6 Juni 1930 dan meninggal pada usianya yang ke 81, tepatnya pada tanggal 27 Oktober 2011 dan dipelebon di Krematerium Kertha Semadi Mumbul Nusa Dua, Selasa (2/11)
Riwayat Hidup
Selama memimpin WHDI Bali sejak berdirinya tahun 1990 hingga tahun 2006, karakter dan kebiasaan pribadi Almarhumah telah turut mewarnai kiprah organisasi ini. Kegiatan di bidang sosial-keagamaan, kemanusiaan, dan pendidikan dalam upaya memberi keterampilan kepada kaum wanita dan anak-anak serta remaja, tampak dominan. “Ini bagian upaya kami untuk melakuan yadnya. Marilah wanita-wanita Hindu di Bali, bersatu, bergabung, untuk meningkatkan srada bhakti,” pesannya menjelang Musda WHDI Bali 7 Mei 2006.

Keterlibatan Almarhumah dalam kegiatan ngayah atau tirta yatra ke pura, menurut kesan tokoh agama Hindu I Ketut Wiana,  luar biasa. “Sampai menginap di pura berhari-hari. Saya sering bersamanya,” ungkapnya. Organisasi WHDI di tingkat pusat sudah ada sejak tahun 1970-an. Ketua pertama pengurus pusatnya, Bu Sindya. Pengurus ini yang mengusulkan agar dibentuk WHDI Daerah Bali. Terbentuklah 9 September 1990, diketuai Bu Alit Sumantri. “Bu Alit ini yang banyak bergerak selanjutnya dan sangat aktif,” kesan Bu Ayu Suhaeni Pindha, salah seorang pemrakarsa berdirinya WHDI Pusat. Tentu, karakter dan kebiasaan Almarhumah yang menjadikan dirinya akrab dengan kegiatan sosial dan kemanusiaan ini tidak baru terbentuk sejak memimpin WHDI. Kiprah semacam itu sudah terlihat saat Almarhumah menjadi staf Front Nasional Bali tahun 1960-an. Sebagai fungsionaris parpol terbesar saat itu, PNI, Almarhumah sering terlibat dalam kegiatan penggalangan massa lewat wadah Front Nasional.

            Misalnya, tahun 1964, saat berlangsung penggalangan massa untuk bekerja bakti menanam ketela pohon di daerah timbunan pasir yang berasal dari muntahan Gunung Agung tahun 1963. Dalam kegiatan yang melibatkan ribuan orang dari berbagai kalangan dan dipusatkan di Kayubihi, Bangli, itu, peran Almarhumah sebagai sosok wanita sangat menonjol, di tengah sederet aktivis lainnya yang sebagian besar pria

            Dalam kegiatan pemberatasan hama tikus secara massal di Bali tahun 1960-an, Almarhumah juga turut berdiri di barisan depan. Rumahnya di Jalan Anggrek 9 Denpasar, sering dijadikan markas kaum wanita, pelajar, dan mahasiswa, saat merencanakan suatu kegiatan bersama. Almarhumah dikenal mereka sebagai orang lapangan, pekerja keras, yang protektif dan berhati sabar.
“Kadang-kadang mereka datang atau menelepon saya jika kangen. Secara spontan mereka pernah menyelenggarakan perayaan ulang tahun saya, sekaligus merayakan hari lahir Bung Karno,” ungkap sosok aktivis yang memiliki hari lahir sama dengan pendiri PNI itu, 6 Juni, empat tahun yang lalu.
            Aktivitasnya dalam kegiatan partai dan ormas mengantarkan Almarhumah mendapat kepercayaan menjabat ketua Gerakan Wanita Marhaenis Kabupaten Badung dan kemudian anggota DPRDGR Kabupaten Badung.

            Setelah pemilu 1971, Almarhumah lebih banyak aktif dalam kegiatan profesinya sebagai guru SD. Menurut penuturan kerabat dekatnya, Bu Suarsa, Almarhumah pernah menjabat kepala SD 23 dan SD 16 Dangin Puri Denpasar. Namun, perhatiannya terhadap partai yang turut mewarnai perjalanan kariernya, tak pernah luntur. ”Dalam peringatan ulang tahun PNI/Marhaenisme 4 Juli 2007 di Sanglah, beliau hadir walaupun berjalan tertatih-tatih dan dituntun,” ujar aktivis PNI tahun 1960-an, I Gusti Putu Toger. Toger bersama banyak kolega Almarhumah lainnya hadir dalam upacara nyiramin maupun pelebon Almarhumah.

Suasananya seperti reuni. Rumah Suka Duka maupun Krematorium Kertha Semadi tempat berlangsungnya prosesi upacara menurut agama Hindu itu penuh sesak para kerabatnya dan tampak dominan hadirnya tokoh dan mantan aktivis wanita dari berbagai kalangan. Hadir pula kerabatnya di Persatuan Werdatama RI (PWRI). Pada hari-hari terakhirnya, Almarhumah menjabat ketua KerukunanWanita Werdatama dan wakil ketua PWRI (pensiunan sipil) Bali hingga tahun 2008.



Jasa yang patut Diteladan    :
Teladan yang dapat saya ambil dari biografi I Gusti Ayu Alit Sukertini adalah saat beliau menjabat sebagai Ketua Wanita Hindu Dharma Indonesia, jabatan yang tinggi tidak membutakan mata beliau untuk selalu melihat kaum menengah kebawah. Saat beliau mendatangi kegiatan perbaikan pura di Desa Seraya, Karangasem beliau dan rekan – rekan yang tergabung dalam organisasi WHDN memergoki bebereapa anak putus sekolah karena tidak mempunyai biaya untuk melanjutkan pendidikannya, akhirnya rombongan ibu – ibu tersebut tergerak hatinya untuk membantu mereka dengan biaya urunan yang pada akhirnya 14 anak mengenyam pendidikan SD dan SMP di Karangasem yang dibiayai oleh WHDI.
            Selain itu teladan yang dapat saya petik dari kisah beliau adalah saat beliau menjabat sebagai kepala SD 23 dan SD 16 Dangin Puri Denpasar. Walaupun dengan jabatan beliau tersebut namun perhatian terhadap partai yang turut mewarnai perjalanan kariernya tak pernah luntur.


1 komentar:

  1. semoga beliau bisa menginspirasi pada generasi selanjutnya... semoga beliau tersenyum disana , masih terbayang ketegasan beliau saat mengajarkanku untuk tidak berpangku tangan....

    BalasHapus