BAB II
BUDAYA HINDU
A.
PENDAHULUAN
Seni adalah
halus, kecil, tipis, dan indah, keahlian membuat karya yang bermutu, karya yang
diciptakan bermutu, karya yang diciptakan dengan keahlian yang luar biasa,
kesanggupan akal untuk menciptakan sesuatu yang bernilai tinggi, orang yang
berkesanggupan luar biasa, dan jenius (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 941-915).
Sehubung dengan peragaan seni agama
dalam upacara Agama Hindu, renungkan mantra berikut.
1. Gayo
sasasravartani
(Sama weda 1829)
Artinya:
Kami menyanyikan mantra-mantra Sama
Weda daslam ribuan cara
2. Ubhe
vacau vadati samaga iva, gayatram ca traistubham canu rajati
(Rg. Weda II.43.1)
Burung menyanyi dalam nada-nada
seperti seorang perapal Sama Weda, yang mengidungkan mantra dalam irama Gayatri
dan Tristubh.
B.
JENIS-JENIS
SENI KEAGAMAAN (SAKRAL DAN PROFAN)
Adapun
jenis-jenis seni keagamaan yang menyertai masing-masing pelaksanaan Yadnya dari
Panca Yadnya itu antara lain: Seni Tari, Seni Tabuh, Seni Suara (Dharma Gita),
dan Seni Bangunan. Terdapat perbedaan yang jelas antara seni yang bersifat sakral
dengan tari yang bersifat profan. Perbedaannya antara lain:
1. Seni
Sakral
a.
Tidak
pernah disewa. Seni ini ditunjukkan hanya dalam hubungannya dengan pelaksanaan
upacara keagamaan.
b.
Berfungsi
sebagai pelaksana atau “pemuput” karya
c.
Pelakunya
menggunakan alat-alat perlengkapan upacara yang khas.
d.
Beberapa
jenis seni wali profan ada juga yang mepasupati, seperti Seni Tari Sanghyang.
Tetapi kebanyakan tidak bertujuan untuk memiliki kekuatan gaib untuk menarik
ditonton, melainkan hanya berfungsi sebagai alat pelaksanaan upacara.
e.
Beberapa
contoh seni sakral/wali, yaitu Seni Tari Rejang, Suara Warga Sari, Tabuh Gambang
dan Bangunan Padmasana.
2. Seni
Profan
a.
Biasanya
dipertunjukkan untuk mendapatkan upah atau disewa, baik dalam hubungannya dalam
upacara keagamaan atau tidak.
b.
Umumnya
untuk hiburan tetapi terkadang karena dipertunjukkan dalam waktu karya juga berfungsi
sebagai Seni Bebali.
c.
Tidak
harus mempergunakan perlengkapan upacara, kecuali bila berfungsi sebagai Seni Bebali.
d.
Pada
zaman dahulu seni kebanyakan ini kebanyakan dipasupati, karena bertujuan
untuk memiliki kekuatan gaib dalam
rangka mempengaruhi penonton. Jenis seni ini sekarang sudah jarang dipasupati
kecuali Barong dan Rangda.
e.
Contoh
jenis seni mepasupati yaitu, Barong dan Rangda (Cudamani, hal. 7)
Sehubungan dengan pelaksanaan Panca
Yadnya, adapun jenis-jenis seni yang dapat mengiringi yang bersifat sakral antara
lain:
1.
Seni
Tari
Antara lain terdiri atas Rejang, Pendet,
Baris, Sanghyang, Bedaya Semar,Tor-tor dan Gantar.
2.
Seni
Suara
Antara lain terdiri atas Wargasari, Gending
Sanghyang, Sekar Madya, Sekar Agung, dan Sloka/Palawakya.
3.
Seni
tabuh
Antara lain terdiri atas Gambang,
Saron, Selonding, Gong Beri, Gong Luwang, Angklung dan Gender Wayang.
4.
Seni
Bangunan
Antara lain terdiri atas Padmasana,
Meru, Gedong, Rong Tiga, Candi Bentar, dan Tugu Karang.
Sedangkan yang dapat digolongkan
sebagai seni profan antara lain:
1.
Seni
Tari
Antara lain terdiri atas Wayang, Cak, Gambuh
,Janger, Topeng, Legong, Oleg, Sendratari, Drama gong dan Arja.
2.
Seni
Suara
Antara lain terdiri atas Sekar Alit
dan Gending Daerah
3.
Seni
Tabuh
Antara lain Pegambuhan, Pengarjan,
Semar Pegulingan, Gong Kebyar, Pelegongan, Pejanggeran, Joged Pingitan,
Angklung bilah, Gangsa jongkok, Joged Bungbung, Bebonangan, dan Gong Suling.
4.
Seni
Bangunan
Antara lain Bangunan Tradisi, Bangunan
Pariwisata, Bangunan Sosial dan Bangunan lainnya.
C.
TUJUAN
DAN MAKNA SENI KEAGAMAAN (SAKRAL DAN PROFAN)
Penampilan dan
keberadaan seni keagamaan pada umumnya selalu dikaitkan dengan upacara
keagamaan karena seni pada zaman dahulu hanya difungsikan untuk itu. Pementasan
seni keagamaan dipergunakan sebagai media persembahan dan pemujaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa, dengan tujuan Tuhan berkenan memberikan perlindungan,
keselamatan, kekuatan kesejahteraan dan kebahagiaan hidup pada umatnya.
Jenis dan
bentuk seni yang dimaksud salah satunya adalah Seni Tari. Seni Sakral adalah
tari-tarian yang ada di pulau Bali yang dikenal dengan Tari Wali. Penampilan
dalam seni keagamaan yang diutamakan adalah tentang magis dan agama, bukan
faktor keindahan semata.
Secara umum tari keagamaan memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
1.
Ungkapan
tariannya meniru ritmis gerak alam.
2.
Ritmis
gerak dilakukan dengan spontanitas pencurahan jiwa penarinya.
3.
Dalam
penampilannya dirasakan adanya suasana mistik, magis, dan religius.
4.
Ekspresi
tarian erat kaitannya dengan peristiwa yang menjadi tujuan yang ingin dicapai.
5.
Biasanya
tari keagamaan dilakukan oleh orang banyak.
6.
Instrument
musik lokal sangat sederhana tetapi dapat menggugah alam rasa yang sangat
dalam.
7.
Biasanya
sering terjadi pengulangan gerak dan musik dengan tujuan untuk mempercepat
terciptanya mistik dan magis.
Kesucian dan kesakralan jenis-jenis seni tari dapat kita amati dari
berbagai hal, seperti peralatan yang dipergunakan oleh para penari.
1.
Tari
Pendet penarinya membawa Canang Sari, Pasepan, dan Tetabuan.
2.
Tari
Rejang penarinya mempergunakan gelungan serta benang penuntun yang dililitkan
pada tubuh para penarinya “ khususnya para penari rejang renteng.”
3.
Topeng
Sidhakarya dengan beras sekaruranya.
Beberapa bentuk dan sikaap seni tari
yang harus dipentaskan dalam mengiringi pelaksanaan yadnya antara lain:
1.
Tari
Keagamaan dalam Dewa Yadnya
Tari
Wali yang dipentaskan dalam upacara Dewa Yadnya adalah Tari Pendet, Tari Rejang,
Tari Baris, dan sebagainya. Sedangkan Tari Bebalinya adalah Topeng Sidhakarya,
Tari Gambuh dan Wayang Lemah.
2.
Tari
Keagamaan dalam Rsi Yadnya
Dalam
tingkat upacara besar, seperti Mapodgala atau Mediksa, tari keagamaan yang
sesuai dengan upacara tersebut adalah Wayang Lemah dan Topeng Sidhakarya.
3.
Tari
Keagamaan dalam Pitra Yadnya
Dalam
pelaksanaan upacara Pitra Yadnya tari keagamaan yang dipentaskan adalah Tari
Baris Katekok Jago dan Tari Baris Dapdap Tari baris ini dipentaskan berkaitan
dengan upacara ngaben.
4.
Tari
Keagamaan dalam Manusa Yadnya
Dalam
pelaksanaan upacara Manusa Yadnya tari
keagamaan yang dipentaskan adalah Wayang Sudhamala, Wayang Mpu Leger dana
Wayang Sapuh Leger.
5.
Tari
Keagamaan dalam Bhuta Yadnya
Dalam
pelaksanaan upacara Bhuta Yadnya tari keagamaan yang dipentaskan adalah Sang Hyang dan Wayang Lemah.
Tari-tari
keagamaan diluar Bali yaitu:
1.
Tari
Bedaya Semang di Yogyakarta dan Jawa Tengah
Tari
Bedaya Semang mengungkapkan hubungan antara Sultan Agung dengan Kanjeng Ratu
Kidul. Tradisi ini masih diikuti oleh
masyarakat Hindu yang ada di daerah Yogyakarta.
2.
Tari
Sanyang (Jawa Timur)
Keberadaan
tarian ini diyakini sebagai pemujaan kepada Dewa Siwa, ini berarti bahwa tari
Sang Hyang sudah ada pada masa Hindu di Jawa.
3.
Tari
Tor-Tor (Sumatra)
Tari
ini diperuntukan untuk pemujaan kepada para dewa dan para roh leluhur.
4.
Tari
Gantar (Kalimantan)
Tari
ini dipentaskan dalam upacara selamatan untuk memohon berkah kepada Dewi Sri
atau Dewi Padi.
D.
MANFAAT
SENI KEAGAMAAN HINDU DALAM PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN
1. Seni
Tari
Pementasan
tari sakral keagamaan tidak boleh dibawakan oleh sembarang orang melainkan
dipilih dengan ketentuan sebagai berikut:
a.
Penarinya
masih gadis atau jejaka
b.
Telah
mencapai menopouso (tidak mengalami haid lagi)
c.
Para
penarinya membawa sarana upacara seperti Canang Sari, Pasepan dan sebagainya.
d.
Gerak
pada Tari Sakral sangat sederhana, mengikuti gerak alam.
e.
Ada
suasana mistik, magis, religius.
f.
Diperagakan
secara kolektif dan dapat menggugah emosional keagamaan.
Seni Tari dalam
perkembangannya dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan, yaitu
a.
Tari
wali
Tari
Wali adalah sejenis tari yang berfungsi untuk mengikuti proses pelaksanaan
upacara keagamaan. Seni tari Wali termasuk kelompok seni yang bersifat sakral.
Jenis seni tari yang disebut Tari Wali adalah:
1.
Tari
Rejang
Tari
Rejang adalah simbol Widyadara dan Widyadari yang menuntun Bhatara turun
kedunia yang dilakukan pada waktu melasti. Tari Rejang dipentaskan pada waktu
upacara Dewa Yadnya. Tari rejang memiliki ciri khusus yaitu Jempana sebagai
Linggih Ida Bhatara dituntun dengan benang panjang yang diikatnya pada pinggang
si penari.
2.
Tari
Pendet
Tari
pendet melambangkan persembahan kepada Dewa, para penarinya membawa alat-alat
upacara yang akan dipersembahkan kepada Bhatara.
3.
Tari
Baris
Tari
Baris melambangkan kepahlawanan, senjata yang dibawa penari ini adalah tombak,
tamiyang atau perisai, cabang kayu dapdap yang semuanya melambangkan
kepahlawanan.
4.
Tari
Sang Hyang
Tari
Sang Hyang berfungsi sebagai penolak bala. Para penari pada waktu menari
kemasukan kekuatan gaib, sehingga mereka berani menari diatas apai tanpa
terluka.
b.
Tari
Bebali
Tari
Bebali yaitu suatu tarian yang pementasannya sebagai penunjang jalannya upacara
keagamaan. Sifat tarian ini sebagai pengiring, yakni sebagai pengiring upacara
Yadnya yang sedang berlangsung. Identitas tari Bebali menampilkan suatu cerita
yang judulnya disesuaikan dengan upacara yabg sedang diselenggarakan pada saat
itu. Tarian yang termasuk jenis ini adalah:
1.
Tari
Wayang Lemah
Wayang
Lemah dipentaskan dengan menggunakan kelir dari benang putih yang disebut
Benang Tukelan yang dimasing-masing ujungnya diikatkan pada cabang kayu dapdap(
taru sakti) dan dilengkapkan pula dengan uang kepeng dan tidak memakai lampu
seperti wayang biasa.
2.
Tari
Gambuh
Tari
Gambung dipentaskan pada upacara Dewa Yadnya dimana tarian ini berfungsi
sebagai persembahan terhadapa Dewa dan leluhur.
3.
Tari
Topeng
Dalam
Tari Topeng, para penarinya mempergunakan topeng tapel, yang mengekspresikan
tokoh raja, patih dan rakyatnya.
c.
Tari
Balih-balihan
Tari
Balih-balihan adalah seni yang diciptakan berdasarkan tuntunan budi luhur.
Jenis tarian ini termasuk seni tari yang berfungsi sebagai hiburan. Misalnya
Tari Cak, Janger dan lain sebagainya.
Tari-tari keagamaan yang disebut Seni Tari
Wali atau Seni Tari Sakral, dalam
pelaksanaannya dipandang keramat. Demikian juga tentang keberadaan seni tari profan
yang bersifat sebagai seni hiburan. Kedua jenis bentuk seni tari tersebut mampu
membentuk kepribadian umat yang damai, tenang, dan suci lahir batin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar