ASAL
– USUL NAMA DESA ADAT BATUAN DAN
TRADISI REJANG PESUTRIAN
Dahulu kala desa Batuan bernama desa
Baturan yang merupakan salah satu desa kuno di Bali. Desa Baturan sudah ada
sejak zaman pemerintahan Sri Aji Dharmapangkaja Wira Dalem Kesari dari Dinasti
Warmadewa. Menurut prasasti di Pura Hyang Tibha di Dusun Blahtanah , Desa Batuan
Kaler, yang kurang lebih tahun saka 829 atau 907 masehi menyebutkan tentang di Desa
Baturan ada Pura Hyang Baturan, yang sekarang disebut Pura Puseh Desa Adat
Batuan. Di pura ini memuja keagungan Dewa Wisnu yang disebut sebagai pemelihara
bhuana agung ini.
Desa Batuan juga sering dijadikan objek
penelitian oleh para antropolog dunia seperti Professor Gertz dan Professor
Hildred dari Amerika Serikat. Benda – benda purbakala yang disimpan di belakang
pura dijadikan butik otentik yang menjadi bukti adanya Pura Hyang Baturan yang
sekarang disebut sebagai Pura Puseh Desa Batuan. Bukti yang lain didapat pada
prasasti yang kurang lebih tahun saka 944 atau 1022 masehi yang menyebutkan
tentang zaman Raja Paduka Aji Sri Dharmawangsa Wardhana Marakata Pangkaja
Sthano Tungga Dewa menguasai Bali. Keturunan dari Desa Batuan melaksanakan
protes, para penduduk merasa keberatan akan pajak yang dikenakan oleh araja,
karena semua penduduk sudah membawa tanggung jawab yang besar sebagai
pemelihara pura dan pesraman
Seiring dengan berkembangnya zaman, saat
ini Desa Batuan terdiri dari 8 Banjar Adat yaitu, Br. Puaya, Br.
Jeleka, Br. Tengah, Br. Pekandelan, Br. Peninjoan, Br. Jungut, Br.
Dlodtunon dan Br. Dentiyis. Selain itu ada pula Banjar Tri Wangsa dimana
penduduk dari banjar ini adalah orang -
orang yang berkasta bramana,ksatria dan waisya.
Sejak zaman dulu, penduduk Asli Desa
Batuan telah diwariskan sebuah tradisi kebuadayaan yang dipandang penting dan
sacral. Antara lain tradisi yang saya maksud adalah Tradisi yang diadakan
setiap menjelang sasih ke 5, yaitu pada sasih ini diangap sasih keramat dan
rawan terjadinya bencana. Seluruh masyarakat Desa Batuan menetralisir unsur –
unsur magis ini dengan menghaturkan upacara atau yadnya yang berkaitan dengan
kesucian desa yakni mengadakan suatu upacara pecaruan yang meliputi beberapa
tingkatan. Tingkatan yang dimaksud disini adalah tingkat pecaruan di Pura Puseh
Desa Batuan yang diamong atau
dilaksanakan bergiliran oleh banjar yang mendapat giliran ngamong, tingkat
pecaruan di Pura Dalem, dan pecaruan bebanjaran yaitu pecaruan yang
dilaksanakan oleh karma banjar secara serempak.
Tradisi yang paling unik pada sasih kelima
sampai kesanga adalah diadakannya rejang atau pesutri dan gojekan yang
diselenggarakan setiap hari di kalangan atau sekitar Pura Puseh Desa Batuan. Gojekan
disini sejenis tabuh rah namun ayam yang digunakan adalah ayam kecil dan
disertai dengan upacara.
Rejang atau pesutri ini dibawakan oleh
kaum wanita, baik remaja ataupun orang dewasa, tarian ini dianggap sacral dan
berkaitan dengan cerita Ida Ratu Gede Mecaling. Dimana pada sasih ini Ida Ratu
Gede Mecaling dipercaya mengusik ketenangan dan keselamatan masyarakat dan
menimbulkan pancabaya. Pancabaya yang dimaksud disini adalah 5 keadaan yang
membahayakan bagi masyarakat. Diantaranya Geni baya(kebakaran), Bayu baya(angin
ribut), Gangga baya(banjir) dan seterusnya. Pesutrian ini diadakan di penataran Pura Puseh
Desa Batuan atau di wantilan Pura Puseh Desa Batuan. Biasanya setiap harinya
tiap banjar diharapkan ada pengayah pesutrian yang nangkil dan menari tari
pesutrian ini.
Gerakan dari tari pesutrian pada Desa
Adat Batuan ini sedikit lebih lambat dari pada gerakan tarian – tarian lain.
Tabuh atau gambelannya pun terus diulang – ulang sampai penarinya mencapi ujung
dari tempat yang telah ditentukan. Akhir dari gambelan biasanya ditandai dengan
dipukulnya gong atau kempur dengan
keras.
Diceritakan pada zaman dahulu setiap
sasih kelima sampai kesanga kehidupan di Desa Batuan ini sangat misterius.
Dikatakan pada sasih – sasih ini banyak orang yang hilang dan mendengar suara –
suara aneh yang tidak diketahui dari mana datangnya suara itu. Menurut
narasumber dari sinilah diadakan tari pesutrian ini agar masyarakat dapat
mengalihkan pikirannya pada hal – hal yang positif dan menghibur diri pada
kegiatan ini.
Persembahan tari rejang pesutrian dan
gojekan ini selesai dilaksanakan pada malam hari saat dilaksanakan taur di Pura
Puseh Desa Batuan. Semua persembahan ini tidak lain bertujuan untuk memohon
kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa agar beliau selalu menganugahi Bhuana Agung
beserta isinya keselamatan, kesukertan dan kedirgayusan dan tidak terjadi Panca
Baya yang ditakuti oleh masyarakat luas.
Thanks infonya. Tanggal 26 Desember 2012 Batuan berulang tahun ke 990, selamat dan semoga selalu ajeg demi ajegnya Bali dan Hindu Dharma.
BalasHapustrimakasih.. :)
Hapusdateng ya k acara ulang tahunnya, ada banyak kegiatan dan lomba :)
Seni Produksi Bali emang gak ada tandingannya, luar biasa,semoga keseniannya tetap terjaga
BalasHapus