A
M D A L
Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan
1.
Pengertian AMDAL
AMDAL merupakan singkatan dari
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. AMDAL merupakan kajian dampak besar dan
penting terhadap lingkungan hidup, dibuat pada tahap perencanaan, dan digunakan
untuk pengambilan keputusan. Hal-hal yang dikaji dalam proses AMDAL: aspek
fisik-kimia, ekologi, sosial-ekonomi, sosial-budaya, dan kesehatan masyarakat
sebagai pelengkap studi kelayakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan. AMDAL
adalah kajian mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan
suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang
diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha
dan/atau kegiatan (Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan).
Dokumen AMDAL terdiri dari beberapa
bagian:
- Dokumen
kerangka acuan analisis dampak lingkungan (KA-ANDAL)
- Dokumen
analisis dampak lingkungan
- Dokumen
rencana pengelolaan lingkungan hidup (RKL)
- Dokumen
rencana pemantauan lingkungan hidup (RPL)
2.
Pihak Terkait Penyusunan AMDAL
Pihak-pihak yang terkait dalam penyusunan AMDAL
diantaranya adalah:
- Pemrakarsa
Orang atau badan hukum yang bertanggung jawab atas suatu
rencana usaha/kegiatan yang akan dilaksanakan. Dalam penyusunan studi AMDAL,
pemrakarsa dapat meminta jasa konsultan untuk menyusunkan dokumen AMDAL.
Penyusun dokumen AMDAL harus telah memiliki sertifikat Penyusun AMDAL dan ahli
di bidangnya.
- Komisi penilai
Komisi Penilai AMDAL adalah komisi yang bertugas menilai
dokumen AMDAL. Di tingkat pusat berkedudukan di Kementerian Lingkungan Hidup,
di tingkat Propinsi berkedudukan di Bapedalda/lnstansi pengelola lingkungan
hidup Propinsi, dan di tingkat Kabupaten/Kota berkedudukan di
Bapedalda/lnstansi pengelola lingkungan hidup Kabupaten/Kota. Unsur pemerintah
lainnya yang berkepentingan dan warga masyarakat yang terkena dampak diusahakan
terwakili di dalam Komisi Penilai ini. Tata kerja dan komposisi keanggotaan
Komisi Penilai AMDAL ini diatur dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup, sementara anggota-anggota Komisi Penilai AMDAL di propinsi dan
kabupaten/kota ditetapkan oleh Gubernur dan Bupati/Walikota.
- Masyarakat yang berkepentingan
Masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan
dalam proses AMDAL berdasarkan alasan-alasan seperti kedekatan jarak tinggal
dengan rencana usaha dan/atau kegiatan, faktor pengaruh ekonomi, perhatian pada
lingkungan hidup, dan/atau faktor pengaruh nilai-nilai atau norma yang
dipercaya. Masyarakat berkepentingan dalam proses AMDAL dapat dibedakan menjadi
masyarakat terkena dampak, dan masyarakat pemerhati.
3.
Prosedur AMDAL
Prosedur
AMDAL terdiri dari 4 tahapan, yaitu:
1.
Penapisan (screening) wajib AMDAL
Menentukan apakah suatu rencana usaha/kegiatan wajib
menyusun AMDAL atau tidak. Berdasarkan Kepmen LH no 17 tahun 2001, terdapat
beberapa rencana usaha dan bidang kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL,
yaitu: pertahanan dan keamanan, pertanian, perikanan, kehutanan, kesehatan,
perhubungan, teknologi satelit, perindustrian, prasarana wilayah, energi dan
sumber daya mineral, pariwisata, pengembangan nuklir, pengelolaan limbah B3,
dan rekayasa genetika. Kegiatan yang tidak tercantum dalam daftar wajib AMDAL,
tetapi lokasinya berbatasan langsung dengan kawasan lindung, termasuk dalam
kategori menimbulkan dampak penting, dan wajib menyusun AMDAL. Kawasan lindung
yang dimaksud adalah hutan lindung, kawasan bergambut, kawasan resapan air,
kawasan sekitar waduk/danau, kawasan sekitar mata air, kawasan suaka alam, dan
lain sebagainya.
2.
Proses pengumuman dan konsultasi masyarakat
Berdasarkan Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor 08/2000,
pemrakarsa wajib mengumumkan rencana kegiatannya selama waktu yang ditentukan
dalam peraturan tersebut, menanggapi masukan yang diberikan, dan kemudian
melakukan konsultasi kepada masyarakat terlebih dulu sebelum menyusun KA-ANDAL.
3.
Penyusunan dan penilaian KA-ANDAL
Penyusunan KA-ANDAL adalah proses untuk menentukan lingkup
permasalahan yang akan dikaji dalam studi ANDAL (proses pelingkupan). Setelah selesai
disusun, pemrakarsa mengajukan dokumen KA-ANDAL kepada Komisi Penilai AMDAL
untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu maksimal untuk penilaian
KA-ANDAL adalah 75 hari di luar waktu yang dibutuhkan oleh penyusun untuk
memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya. Apabila dalam 75 hari komisi
penilai tidak menerbitkan hasil penilaian, maka komisi penilai dianggap telah
menerima kerangka acuan.
4.
Peyusunan dan penilaian ANDAL, RKL, dan RPL
Proses penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL. Penyusunan ANDAL, RKL,
dan RPL dilakukan dengan mengacu pada KA-ANDAL yang telah disepakati (hasil
penilaian Komisi AMDAL). Setelah selesai disusun, pemrakarsa mengajukan dokumen
ANDAL, RKL dan RPL kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan
peraturan, lama waktu maksimal untuk penilaian ANDAL, RKL dan RPL adalah 75
hari di luar waktu yang dibutuhkan oleh penyusun untuk
memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya.
Usaha/kegiatan
yang tidak wajib menyusun AMDAL tetap harus melaksanakan upaya pengelolaan
lingkungan (UKL) dan upaya pemantauan lingkungan (UPL). UKL dan UPL merupakan
perangkat pengelolaan lingkungan hidup untuk pengambilan keputusan dan dasar
untuk menerbitkan izin. melakukan usaha dan atau kegiatan.
4.
Undang – Undang AMDAL
Dalam UU No 32 Tahun 2009, AMDAL mendapat porsi yang cukup
banyak dibandingkan instrumen lingkungan lainnya, dari 127 pasal yang ada, 23
pasal diantaranya mengatur tentang AMDAL. Tetapi pengertian AMDAL pada UU No.
32 Tahun 2009 berbeda dengan UU No. 23 Tahun 1997, yaitu hilangnya “dampak
besar”. Jika dalam UU No. 23 Tahun 1997 disebutkan bahwa “AMDAL
adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau
kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup ......”, pada UU No. 32 Tahun
2009 disebutkan bahwa “ AMDAL adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha
dan/atau kegiatan yang direncanakan .....”.
Dari ke 23 pasal tersebut, ada pasal-pasal penting yang
sebelumnya tidak termuat dalam UU No. 23 Tahun 1997 maupun PP No.27 Tahun 1999
dan memberikan implikasi yang besar bagi para pelaku AMDAL, termasuk pejabat
pemberi ijin.
Hal-hal penting baru yang terkait dengan AMDAL yang termuat dalam UU No. 32 Tahun 2009, antara lain:
- AMDAL dan UKL/UPL merupakan
salah satu instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup;
- Penyusun dokumen AMDAL wajib
memiliki sertifikat kompetensi penyusun dokumen AMDAL;
- Komisi penilai AMDAL Pusat,
Propinsi, maupun kab/kota wajib memiliki lisensi AMDAL;
- Amdal dan UKL/UPL merupakan
persyaratan untuk penerbitan izin lingkungan;
- Izin lingkungan diterbitkan
oleh Menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai kewenangannya.
Selain ke - 5 hal tersebut di atas, ada pengaturan yang
tegas yang diamanatkan dalam UU No. 32 Tahu 2009, yaitu dikenakannya sanksi
pidana dan perdata terkait pelanggaran bidang AMDAL. Pasal-pasal yang mengatur
tentang sanksi-sanksi tersebut, yaitu:
- Sanksi terhadap orang yang
melakukan usaha/kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan;
- Sanksi terhadap orang yang
menyusun dokumen AMDAL tanpa memiliki sertifikat kompetensi;
- Sanksi terhadap pejabat yang
memberikan izin lingkungan yang tanpa dilengkapi dengan dokumen AMDAl atau
UKL-UPL.
Kaitan
UU No. 32 Tahun 2009 dengan Peraturan Menteri LH No. 11 Tahun 2008:
Sebelum disahkannya UU No. 32 Tahun 2009, KLH sudah
menerbitkan peraturan menteri yang mengatur tentang Persyaratan Kompetensi
Penyusun Dokumen AMDAL (Permen. LH No. 11 Tahun 2008). Pada Pasal 4
Permen. LH No. 11 Tahun 2008 disebutkan bahwa persyaratan minimal untuk
menyusun suatu dokumen AMDAL adalah 3 (tiga) orang dengan kualifikasi 1
orang Ketua Tim dan 2 orang Anggota Tim yang kesemuanya sudah memiliki
sertifikat kompetensi. Sementara amanat dalam UU No. 32 Tahun 2009 yang
tertuang dalam Pasal 28 adalah ”Penyusun dokumen sebagaimana ... wajib memiliki
sertifikat penyusun dokumen AMDAL". Jika yang dimaksud
"penyusun dokumen AMDAL" pada undang-undang lingkungan yang baru
adalah seluruh tim yang ada dalam suatu proses penyusunan dokumen AMDAL, maka
dengan demikian Permen. LH No. 11 Tahun 2008 Pasal 4 sudah tidak berlaku lagi.
Implikasinya selanjutnya adalah masa berlakunya persyaratan tersebut harus
mundur sampai ada peraturan menteri yang secara rinci mengatur tentang hal itu
sesuai amanat dalam Pasal 28 Ayat (4) yang memberikan kewenangan kepada KLH
untuk membuat peraturan yang mengatur lebih rinci hal tersebut.
Kaitan
dengan Peraturan Menteri No. 06 Tahun 2008
Sama seperti Permen. LH No. 11 Tahun 2008, ada perbedaan
pengaturan yang diamanatkan dalam UU No. 32 Tahun 2009 dengan Permen. LH No. 06
Tahun 2008 tentang Tata Laksana Lisensi Komisi Penilai AMDAL yang berlaku
efektif pada tanggal 16 Juli 2009. Dalam peraturan ini persyaratan lisensi
komisi penilai diberikan kepada komisi penilai AMDAL kabupaten atau kota dan
yang menerbitkan lisensi tersebut adalah instansi lingkungan hidup propinsi.
Sementara dalam UU No. 32 Tahun 2009, komisi penilai AMDAL yang harus
dilisensi selain komisi penilai AMDAL kabupaten atau kota, tetapi juga
terhadap komisi penilai AMDAL pusat dan propinsi yang bukti lisensinya
diberikan oleh masing-masing pejabatnya (Menteri, gubernur, bupati dan
walikota). Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana bentuk pengawasan terhadap
pemberian lisensi tersebut jika masing-masing pejabat berhak mengeluarkan bukti
lisensi terhadap komisi penilainya. Maka dalam perubahan Permen No. 06 Tahun
2008, KLH harus mengetatkan persyaratan penerbitan lisensi untuk komisi penilai
masing-masing daerah termasuk untuk komisi penilai penilai pusat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar