Minggu, 10 Juni 2012

ASAL – USUL NAMA DESA ADAT BATUAN DAN TRADISI REJANG PESUTRIAN


ASAL – USUL NAMA DESA ADAT BATUAN DAN
 TRADISI REJANG PESUTRIAN

Dahulu kala desa Batuan bernama desa Baturan yang merupakan salah satu desa kuno di Bali. Desa Baturan sudah ada sejak zaman pemerintahan Sri Aji Dharmapangkaja Wira Dalem Kesari dari Dinasti Warmadewa. Menurut prasasti di Pura Hyang Tibha di Dusun Blahtanah , Desa Batuan Kaler, yang kurang lebih tahun saka 829 atau 907 masehi menyebutkan tentang di Desa Baturan ada Pura Hyang Baturan, yang sekarang disebut Pura Puseh Desa Adat Batuan. Di pura ini memuja keagungan Dewa Wisnu yang disebut sebagai pemelihara bhuana agung ini.
Desa Batuan juga sering dijadikan objek penelitian oleh para antropolog dunia seperti Professor Gertz dan Professor Hildred dari Amerika Serikat. Benda – benda purbakala yang disimpan di belakang pura dijadikan butik otentik yang menjadi bukti adanya Pura Hyang Baturan yang sekarang disebut sebagai Pura Puseh Desa Batuan. Bukti yang lain didapat pada prasasti yang kurang lebih tahun saka 944 atau 1022 masehi yang menyebutkan tentang zaman Raja Paduka Aji Sri Dharmawangsa Wardhana Marakata Pangkaja Sthano Tungga Dewa menguasai Bali. Keturunan dari Desa Batuan melaksanakan protes, para penduduk merasa keberatan akan pajak yang dikenakan oleh araja, karena semua penduduk sudah membawa tanggung jawab yang besar sebagai pemelihara pura dan pesraman
Seiring dengan berkembangnya zaman, saat ini Desa Batuan terdiri dari 8 Banjar Adat yaitu, Br. Puaya,  Br.  Jeleka, Br. Tengah, Br. Pekandelan, Br. Peninjoan, Br. Jungut, Br. Dlodtunon dan Br. Dentiyis. Selain itu ada pula Banjar Tri Wangsa dimana penduduk dari banjar ini adalah orang  - orang yang berkasta bramana,ksatria dan waisya.
Sejak zaman dulu, penduduk Asli Desa Batuan telah diwariskan sebuah tradisi kebuadayaan yang dipandang penting dan sacral. Antara lain tradisi yang saya maksud adalah Tradisi yang diadakan setiap menjelang sasih ke 5, yaitu pada sasih ini diangap sasih keramat dan rawan terjadinya bencana. Seluruh masyarakat Desa Batuan menetralisir unsur – unsur magis ini dengan menghaturkan upacara atau yadnya yang berkaitan dengan kesucian desa yakni mengadakan suatu upacara pecaruan yang meliputi beberapa tingkatan. Tingkatan yang dimaksud disini adalah tingkat pecaruan di Pura Puseh Desa Batuan yang diamong atau dilaksanakan bergiliran oleh banjar yang mendapat giliran ngamong, tingkat pecaruan di Pura Dalem, dan pecaruan bebanjaran yaitu pecaruan yang dilaksanakan oleh karma banjar secara serempak.
Tradisi yang paling unik pada sasih kelima sampai kesanga adalah diadakannya rejang atau pesutri dan gojekan yang diselenggarakan setiap hari di kalangan atau sekitar Pura Puseh Desa Batuan. Gojekan disini sejenis tabuh rah namun ayam yang digunakan adalah ayam kecil dan disertai dengan upacara.
Rejang atau pesutri ini dibawakan oleh kaum wanita, baik remaja ataupun orang dewasa, tarian ini dianggap sacral dan berkaitan dengan cerita Ida Ratu Gede Mecaling. Dimana pada sasih ini Ida Ratu Gede Mecaling dipercaya mengusik ketenangan dan keselamatan masyarakat dan menimbulkan pancabaya. Pancabaya yang dimaksud disini adalah 5 keadaan yang membahayakan bagi masyarakat. Diantaranya Geni baya(kebakaran), Bayu baya(angin ribut), Gangga baya(banjir) dan seterusnya.  Pesutrian ini diadakan di penataran Pura Puseh Desa Batuan atau di wantilan Pura Puseh Desa Batuan. Biasanya setiap harinya tiap banjar diharapkan ada pengayah pesutrian yang nangkil dan menari tari pesutrian ini.
Gerakan dari tari pesutrian pada Desa Adat Batuan ini sedikit lebih lambat dari pada gerakan tarian – tarian lain. Tabuh atau gambelannya pun terus diulang – ulang sampai penarinya mencapi ujung dari tempat yang telah ditentukan. Akhir dari gambelan biasanya ditandai dengan dipukulnya gong atau kempur dengan keras.
Diceritakan pada zaman dahulu setiap sasih kelima sampai kesanga kehidupan di Desa Batuan ini sangat misterius. Dikatakan pada sasih – sasih ini banyak orang yang hilang dan mendengar suara – suara aneh yang tidak diketahui dari mana datangnya suara itu. Menurut narasumber dari sinilah diadakan tari pesutrian ini agar masyarakat dapat mengalihkan pikirannya pada hal – hal yang positif dan menghibur diri pada kegiatan ini.
Persembahan tari rejang pesutrian dan gojekan ini selesai dilaksanakan pada malam hari saat dilaksanakan taur di Pura Puseh Desa Batuan. Semua persembahan ini tidak lain bertujuan untuk memohon kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa agar beliau selalu menganugahi Bhuana Agung beserta isinya keselamatan, kesukertan dan kedirgayusan dan tidak terjadi Panca Baya yang ditakuti oleh masyarakat luas.

3 komentar:

  1. Thanks infonya. Tanggal 26 Desember 2012 Batuan berulang tahun ke 990, selamat dan semoga selalu ajeg demi ajegnya Bali dan Hindu Dharma.

    BalasHapus
    Balasan
    1. trimakasih.. :)
      dateng ya k acara ulang tahunnya, ada banyak kegiatan dan lomba :)

      Hapus
  2. Seni Produksi Bali emang gak ada tandingannya, luar biasa,semoga keseniannya tetap terjaga

    BalasHapus