Sabtu, 24 Mei 2014

INTERPERSONAL SKILL - KODRAT MANUSIA

KODRAT MANUSIA



1. Manusia Sebagai Makhluk Individu

Individu berasal dari kata in dan devided. Dalam Bahasa Inggris in salah satunya mengandung pengertian tidak, sedangkan devided artinya terbagi. Jadi individu artinya tidak terbagi, atau satu kesatuan. Dalam bahasa latin individu berasal dari kata individium yang berarti yang tak terbagi, jadi merupakan suatu sebutan yang dapat dipakai untuk menyatakan suatu kesatuan yang paling kecil dan tak terbatas.

Manusia sebagai makhluk individu memiliki unsur jasmani dan rohani, unsur fisik dan psikis, unsur raga dan jiwa. Seseorang dikatakan sebagai manusia individu manakala unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya. Jika unsur tersebut sudah tidak menyatu lagi maka seseorang tidak disebut sebagai individu. Dalam diri individi ada unsur jasmani dan rohaninya, atau ada unsur fisik dan psikisnya, atau ada unsur raga dan jiwanya.

Setiap manusia memiliki keunikan dan ciri khas tersendiri, tidak ada manusia yang persis sama. Dari sekian banyak manusia, ternyata masing-masing memiliki keunikan tersendiri. Seorang individu adalah perpaduan antara faktor fenotip dan genotip. Faktor genotip adalah faktor yang dibawa individu sejak lahir, ia merupakan faktor keturunan, dibawa individu sejak lahir. Kalau seseorang individu memiliki ciri fisik atau karakter sifat yang dibawa sejak lahir, ia juga memiliki ciri fisik dan karakter atau sifat yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan (faktor fenotip). Faktor lingkungan (fenotip) ikut berperan dalam pembentukan karakteristik yang khas dari seseorang. Istilah lingkungan merujuk pada lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Ligkungan fisik seperti kondisi alam sekitarnya. Lingkungan sosial, merujuk pada lingkungan di mana eorang individu melakukan interaksi sosial. Kita melakukan interaksi sosial dengan anggota keluarga, dengan teman, dan kelompok sosial yang lebih besar.

Karakteristik yang khas dari seeorang dapat kita sebut dengan kepribadian. Setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh faktor bawaan genotip)dan faktor lingkungan (fenotip) yang saling berinteraksi terus-menerus.

Menurut Nursid Sumaatmadja (2000), kepribadian adalah keseluruhan perilaku individu yang merupakan hasil interaksi antara potensi-potensi bio-psiko-fiskal (fisik dan psikis) yang terbawa sejak lahir dengan rangkaian situasi lingkungan, yang terungkap pada tindakan dan perbuatan serta reaksi mental psikologisnya, jika mendapat rangsangan dari lingkungan. Dia menyimpulkan bahwa faktor lingkungan (fenotip) ikut berperan dalam pembentukan karakteristik yang khas dari seeorang.

2. Manusia Sebagai Makhluk Sosial

Menurut kodratnya manusia adalah makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat, selain itu juga diberikan yang berupa akal pikiran yang berkembang serta dapat dikembangkan. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama dengan manusia lainnya. Dorongan masyarakat yang dibina sejak lahir akan selalu menampakan dirinya dalam berbagai bentuk, karena itu dengan sendirinya manusia akan selalu bermasyarakat dalam kehidupannya. Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, juga karena pada diri manusia ada dorongan dan kebutuhan untuk berhubungan (interaksi) dengan orang lain, manusia juga tidak akan bisa hidup sebagai manusia kalau tidak hidup di tengah-tengah manusia.

Tanpa bantuan manusia lainnya, manusia tidak mungkin bisa berjalan dengan tegak. Dengan bantuan orang lain, manusia bisa menggunakan tangan, bisa berkomunikasi atau bicara, dan bisa mengembangkan seluruh potensi kemanusiaannya.

Dapat disimpulkan, bahwa manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, karena beberapa alasan, yaitu:

a. Manusia tunduk pada aturan, norma sosial.

b. Perilaku manusia mengaharapkan suatu penilain dari orang lain.

c. Manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain

d. Potensi manusia akan berkembang bila ia hidup di tengah-tengah manusia.



Menurut Plato, kodrat manusia terdiri dari tiga elemen dasar,yakni akal budi, jiwa dan hasrat. 

a. Akal budi bersifat teoritis sekaligus praktis sesuai kodratnya. Bersifat teoritis, dimana umat manusia secara umum berbagi dengan Tuhan, dilengkapi untuk memperoleh pengetahuan yang benar tentang alam semesta, dan teoritis, yang unik bagi mereka terkait dengan tingkah laku manusia.

b. Jiwa merupakan sumber energi psikologis dan mengungkapkan dirinya dalam emosi seperti kemarahan, kegeraman, kebanggaan, rasa hormat dan ambisi. 

c. Hasrat secara umum berhubungan dengan objek kebutuhan-kebutuhan jasmaniah dan lain sebagainya. 

Bagi Plato, akal budi merupakan yang tertinggi diantara ketiga elemen tersebut. Hasrat melekat serampangan dan menuntut pengendalian secara langsung dan teratur, dan jiwa pun memiliki dimensi irasional dan perlu bimbingan oleh akal budi. Dari dua format akal budi, yang teoritis adalah yang lebih tinggi karena menjadi sumber pengetahuan mengenai Idea tentang yang baik, yang tanpa kehidupan praktis akan kekurangan kohesi dan arah tujuan. Akal budi juga berhubungan dengan objek-objek abadi dan tidak berubah, yang bebas dari hambatan-hambatan ruang dan waktu dan oleh karenanya ilahi menurut kodrat.

Pandangan Aristoteles tentang kodrat manusia agaka berbeda dari pandangan plato. Ia tidak mempergunakan jiwa sebagai sebuah status yang sangant khas, dan menganggap hasrat bersifat tidak dipikirkan Plato. Akan tetapi, Aristoteles juga percaya bahwa akal budi merupakan kemampuan tertinggi manusia, dan teoretis maupun praktis. Akal budi teoretis itu mulia dan abadi dan walaupun merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kodrat manusia, akal budi termasuk ke dalamnya ‘dari luar’. Akal budi teoretis lebih tinggi dari akal budi praktis karena bisa mencukupi dirinya sendiri, bebas dari hambatan – hambantan duniawi, dan memampukan manusia untuk berperan serta dalam eksistensinya yang serupa Tuhan (Ethics,1995, Book X, Ch.VIII). 

Sekalipun ada perbedaan-perbedaan pentingm baik Plato maupun Aristoteles adalah penganut monis dan sama-sama memiliki lima asumsi monis memoral sebagaimana telah disebutkan lebih awal. Mereka mengklasifikasi dan memeringkat jalan hidup individual dan kolektif yang berbeda-beda dalam hal kemampuan-kemampuan manusia yang diolah dan disukai , dan memeringkat status dan martabat ontologis kemampuan manusia menurut pandangan metafisik mereka tentang tempat manusia di jagat ini. Bagi mereka, manusia menempati sebuah tposisi di tengah-tengah antara Tuhan dan binatang. Akal budi teoretis, yang memungkinkan mereka untuk berperan serta dalam keagungan, adalah yang paling tinggi, dan hasrat/ keinginan yang menarik mereka lebih dekat dengan binatang, merupakan paling rendah.

Pandangan tentang bentuk kehidupan tertinggi yang dinyatakan oleh Plato dan Aristoteles didukung dengan sejumlah keyakinan mengenai kodrat Tuhan, dorongan dari dalam diri manusia atau kewajiban unutk menjadi serupa dengan Tuhan, perwujudan kodrat manusia , gagasan tentang kesenangan yang paling tinggi atau termurni dan sebagainya. Mereka tidak menawarkan pemikiran yang meyakinkan bagi kepercayaan-kepercayaan ini san kadang-kadang hanya mereproduksi bias kultural aristokrasi Yunani.


DAFTAR PUSTAKA


Ismail,Azen.2010.Manusia sebagai Makhluk Individu dan Makhluk Sosial. Diakses di : http://azenismail.wordpress.com/2010/05/14/manusia-sebagai-makhluk-individu-dan-makhluk-sosial/ pada 20 Oktober 2013


Parekh, Bhiku.2008.Rethinking Multiculturalism Kberagaman Budaya dan Teori Politik. Diakses di : http://books.google.co.id/books?id=wsMbhZlymtoC&printsec=frontcover&hl=id#v=onepage&q&f=false pada 20 Oktober 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar